0

EKONOMIKA MEMBANGUN BANGSA

Rabu, 11 Mei 2011

Oleh : Faaza Fakhrunnas


“....Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum jika bukan kaum itu sendiri yang merubahnya...”
(QS. Ar-Ra'du ayat 11 )


“Ekonomika Membangun Bangsa”, sebuah ekspektasi besar yang di harapkan setiap insan untuk mampu memberikan kontribusi maksimal bagi bangsanya sendiri. Ketika menetapkan sebuah ekspektasi besar, tentunya harus di imbangi dengan usaha yang sebanding. Seperti layaknya hukum kekekalan energi yang menyebutkan bahwa, usaha yang akan di keluarkan akan mendapatkan sesuatu yang didapatkan sesuai usaha yang diberikan. Memahami kata kunci “membangun” dalam sebuah grand theme yang sekaligus menjadi ekspektasi besar setiap insan, saya teringat pada suatu kisah yang sangat unik dan inspiratif. Dan saya pikir kisah ini dapat menjadi landasan untuk sebuah kontribusi maksimal yang secara kefitrahan, menjadi cita-cita terbesar setiap insan.
Suatu ketika, Pak Cik mempunyai mimp besar. Yaitu sebuah impian untuk bisa merubah dunia sesuai dengan yang dia kehendaki. Dengan mimpi Pak Cik yang besar tersebut, tentunya Pak Cik sadar betul bahwa impian yang dia inginkan adalah bukan sebuah mimpi yang mudah untuk direalisasikan. Hari demi hari Pak Cik lalui dengan sebuah ikhtiar untuk terus berusaha merealisasikan mimpi yang dia inginkan. Dari segala cara yang ada sudah dia coba. Hari pun berganti dengan minggu, minggu menjadi bulan, dan bulan pun menjadi tahun. Waktu demi waktu Pak Cik terus mencoba merealisasikan mimpinya untuk bisa merubah dunia sesuai dengan apa yang dia inginkan. Sampai suatu saat, Pak Cik sadar bahwa mimpi yang dia inginkan ternyata tidak bisa dia capai. Dengan berbagai macam pertimbangan yang telah dipikirkan dengan matang, dengan berat hati Pak Cik harus sedikit menurunkan mimpinya, yaitu dia hanya akan merubah negaranya sendiri sesuai dengan apa yang diinginkan Pak Cik. Tentunya, perubahan yang diingnkan adalah sebuah perubahan kearah positif yang akan membawa negaranya menjadi negara super power dan unbeatable. Sebuah impian yang sangat mulia dari seorang warga negara bernama Pak Cik ini. Usaha yang dilakukan Pak Cik tidak main-main. Dia mengerahkan seluruh sumber daya yang dimilikinya untuk merealisasikan mimpi mulia yang dia miliki. Waktu demi waktu dilalui Pak Cik dengan terus berusaha untuk mewujudkan apa yang diimpikannya. Sampai suatu saat, Pak Cik merasakan bahwa, untuk kedua kalinya bahwa mimpi yang menjadi impian besarnya adalah mimpi yang sama sekali tidak bisa dia capai. Dan untuk kedua kalinya juga Pak Cik harus menjadi “pecundang” untuk dirinya sendiri. Lalu, seperti langkah awal yang dia lakukan, kemudian Pak Cik menurunkan kembali apa yang menjadi mimpinya. Mimpi yang mulia untuk negara yang di cintainya pun harus kandas di telan realita yang tak kunjung bersahabat. Mimpinya pun menjadi lebih kecil, yaitu Pak Cik hanya akan merubah kota yang menjadi tempat tinggalnya saat ini menjadi kota yang lebih maju dan sejahtera. Dengan mimpi yang secara batas regional lebih kecil dibandingkan sebelumnya, Pak Cik merasa lebih optimis dari sebelumnya. Setiap waktu Pak Cik terus berikhtiar, mencari lubang-lubang yang dapat dia masuki untuk mengubah kota yang dia tinggali. Dengan usaha yang sedemikian keras, Pak Cik terus mencari apa yang dia butuhkan untuk terus berusaha mewujudkan sebuah keinginan untuk merubah kota yang di cintainya itu. Sampai pada suatu titik, dia pun menyadari kembali bahwa dia tidak akan mampu merubah kota yang dicintainya sesuai dengan apa yang di impikannya.
Singkat cerita, Pak Cik pun menurunkan mimpinya kembali untuk hanya merubah desanya kembali. Namun, hal yang sama pun dia peroleh kembali, yaitu sebuah kegagalan. Setelah sekian kali dia gagal, akhirnya Pak Cik harus menurunkan mimpinya menjadi sebuah mimpi yang lebih kecil. Yaitu di akan merubah keluarganya sendiri menjadi sebuah keluarga yang bahagia yang menjadi impian setiap orang. Kali ini, dalam hatinya, Pak Cik bisa tersenyum lega. Karena dalam benaknya, ini adalah hal kecil yang setiap orang pun mampu untuk melakukan hal itu. Tentunya, dari mimpi yang sederhana ini, Pak Cik pun tetap berusaha dengan semaksimal mungkin untuk mewujudkan mimpinya tersebut. Setiap detik Pak Cik terus berjuang membangun sendi-sendi keutuhan keluarga untuk menjadikan keluarganya sebagai keluarga yang ideal. Namun, di luar dugaan Pak Cik, keluarga yang berusaha dia bangun ternyata tidak sesuai apa yang dia harapkan. Banyak terjadi gesekan diantara anggota keluarganya yang mengakibatkan pertengkaran dan perselisihan internal antar setiap anggota keluarga. Akhirnya, keluarga Pak Cik pun terpecah. Dan semua anggota keluarga Pak Cik pun terpisah.
Sekian lama Pak Cik ingin mewujudkan mimpinya. Bertahun – tahun dia berusaha demi sebuah cita-cita mulia yang terus diperjuangkan. Diusia yang kini kian menua, Pak Cik mencoba terus mengevaluasi semua mimpi yang telah dia tanamkan dan mengevaluasi usaha yang telah dia lakukan untuk mewujudkan mimpinya tersebut. Detik demi detik telah dilewati untuk terus mengevaluasi dirinya. Dan hingga pada suatu titik dia baru menyadari bahwa ada sesuatu yang dia lupakan ketika dia mencoba mewujudkan mimpinya tersebut. Sesuatu itu adalah Pak Cik belum bisa merubah dan menguasai dirinya sendiri. Dan hal itu baru Pak Cik sadari ketika usianya sudah tidak muda lagi serta ketika semua mimpi-mipi yang dia bangun menjadi hancur. Namun, di saat itu juga Pak Cik pun mencoba untuk terus berani bermimpi. Dan mimpinya kali ini adalah merubah dan menguasai dirinya sendiri agar menjadi pribadi lebih baik. Pak Cik terus berikhtiar untuk mewujudkan mimpi paling sederhananya. Dan akhirnya, Pak Cik berhasil mewujudkan mimpinya untuk mampu merubah dan mengendalikan dirinya sendiri menjadi pribadi yang lebih baik.
Dari kisah sederhana tentang Pak Cik ini, ada sebuah hikmah yang semestinya dapat diambil dan dapat kita terapkan dalam kehidupan bahwa, segala sesuatu harus dimulai dari diri sendiri. Ketika kita dapat menguasai diri sendiri, maka kita akan lebih mudah untuk memberikan kemanfaatan kepada orang lain. Begitu pula kita berbicara mengenai kontribusi EKONOMIKA dalam membangun bangsanya, maka langkah itu pun harus diawali dari diri EKONOMIKA secara internal, untuk dapat membangun dirinya sendiri. Ketika sisi internal EKONOMIKA telah terbangun dengan baik, maka barulah berbicara kontribusi secara interpersonal. Dan kontribusi yang dilakukan pun tidak dapat dibangun dengan sebuah loncatan ke anak tangga tertinggi. Tetapi sebelum mencapai ke anak tangga tertinggi harus melalui anak tangga dibawahnya secara bertahap. Ketika semua itu telah terbangun, maka disinilah puncak eksistensi ada. Yaitu memberikan kemanfaatan bagi setiap sendi-sendi kehidupan yang ada. Dann ketika puncak eksistensi itu hadir, maka disaat itulah puncak kontribusi itu ada.
0

NII dan Pluralisme di Indonesia

Senin, 02 Mei 2011

Oleh : Faaza Fakhrunnas


"Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yangsesat. Karena itu barang siapa ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhultali yang amatkuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi MahaMengetahui"
(QS Al-Baqarah (2): 256)
2

Pewarta dan Media, Sang Pembentuk Realita

Minggu, 24 April 2011

oleh : Faaza Fakhrunnas

Ada banyak media informasi –media informasi dalam bentuk berita- di Indonesia. baik melalui media komunikasi yang bersifat konvensional seperti Koran, ataupun media komunikasi yang sekarang telah menjadi sebuah kebutuhan kolektif, yaitu internet. Tidak seperti masa orde baru, media secara kekinian telah mengalami suatu revolusi berlandaskan “kebebasan” untuk menyampaikan dan mendapatkan informasi. Atau pelaku media sering menyebutnya sebagai “kebebasan pers”.  Pada dasarnya, seorang pewarta yang akan menyampaikan berita haruslah menjadi seseorang yang obyektif dan independen serta menyampaikan apa yang terjadi secara rill tanpa adanya campur tangan subyektif pewarta dalam proses pembuatan berita. Selain itu, dalam kode etik junalistik yang menjadi simbol tekstual independensi pewarta, juga memuat mengenai keberimbangan dalam pemberitaan yang akan disampaikan kepada pembaca berita. Dan juga, ada satu hal penting dan sangatlah urgen bagi seorang pewarta yang harus diperhatikan dalam pembuatan berita, yaitu Fairness Doctrine yang artinya adalah selalu menjunjung tinggi kejujuran, keadilan sertra kewajaran dalam pemberitaan. Mengenai kode etik jurnalistik, Fairness Doctrine dan hal-hal yang bersifat ideal dalam pembuatan berita oleh pewarta, angaplah itu semua sebagai “idealita”.